BAB
II
LANDASAN
TEORI
A.
Tinjauan Pustaka
1.
Belajar
a. Pengertian
Belajar
Menurut Slameto (2003: 2) Pengertian secara psikologis, “belajar
merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku”.
Atau juga dapat didefinisikan sebagai berikut belajar adalah suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan.
Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun
jenisnya, karena tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan
perubahan dalam arti belajar. Menurut Slameto (2003: 3) ciri-ciri perubahan
tingkah laku dalam pengertian belajar sebagai berikut:
1)
Perubahan terjadi secara sadar
2)
Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional
3)
Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
4)
Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
5)
Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
6)
Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Perubahan akibat belajar dapat terjadi dalam berbagai bentuk perilaku,
dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Tidak terbatas hanya penambahan
pengetahuan saja. Sifat perubahan relatif permanen, tidak akan kembali kepada
keadaan semula. Tidak bisa diterapkan pada perubahan akibat situasi sesaat,
seperti perubahan akibat kelelahan, sakit, mabuk dan sebagainya. Perubahan
tidak harus langsung mengikuti pengalaman belajar perubahan yang segera terjadi
umumnya tidak dalam bentuk perilaku tapi terutama hanya dalam potensi seseorang
untuk berperilaku. Perubahan akan lebih mudah terjadi bila disertai adanya
penguat berupa ganjaran yang diterima, hadiah atau hukuman sebagi konsekuensi
adanya perubahan perilaku tersebut.
Ngalim Purwanto (1990: 84) menyatakan, “definisi belajar adalah perubahan
yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan
atau pengalaman”. Dengan demikian perubahan yang terjadi karena proses
pertumbuhan tidak dianggap sebagai hasil belajar, seperti perubahan fisik pada
seorang bayi sejak lahir.
Menurut
pandangan Skinner yang dikutip dari Dimyati dan Mudjono (1994: 24) berpendapat
bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya
menjadi lebih baik. Sebaliknya jika tidak belajar maka responya akan menurun.
Dalam belajar ditemukan hal berikut:
a)
Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respon
pebelajar.
b)
Respon si pebelajar
c)
Konsekuensi yang bersifat menguatkan respon tersebut. Pemerkuat
tejadi pada stimulus yang menguatkan konsekuensi tersebut
Menurut
pandangan Piaget yang dikutip dari Dimyati dan Mudjiono (1994:24) berpendapat
bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi
terus menerus dengan lingkungan, maka fungsi intelek semakin berkembang.
Perkembangan intelek melalui tahap-tahap berikut (i). Sensori motor (0-2
tahun), (ii). Pra-operasional (2-7 tahun), (iii) Operasional kongkret (7-11
tahun), (iv) Oprasi formal (11- keatas).
Pada tahap sensori motor anak mengenal lingkungan dengan kemampuan
sensori dan motorik. Anak mengenal lingkungan
dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan, dan menggerak-gerakannya.
Pada tahap pra-operasional, anak mengandalkan diri pada persepsi tentang
realitas. Ia mampu menggunakan symbol, bahasa, konsep sederhana, berpartisipasi
membuat gambar, dan mengolong-golongkan. Pada tahap kongkret, anak dapat
mengembangkan pikiran logis. Menurut piaget yang dikutip oleh Dimyati dan
Mudjiono (1999:14) Pembelajaran terdiri dari empat langkah,yaitu:
a)
Langkah satu menentukan topik yang dapat dipelajari
oleh anak sendiri.
b)
Langkah dua memilih atau mengembangkan aktivitas kelas
dengan topik tersebut
c)
Langkah tiga mengetahui adanya kesempatan bagi guru
untuk mengemukakan pertanyaan yang menunjang proses pemecahan permasalahan
d)
Langkah empat menilai tiap pelaksanaan kegiatan,
memperhatikan tiap keberhasilan, dan melakukan revisi
Menurut Rogers
yang dikutip oleh Dimyati dan Mudjiono dalam buku belajar dan pembelajaran
(1999: 16) mengemukakan pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan.
Prinsip pendidikan dan pembelajaran tersebut sebagai berikut:
a)
Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan wajar untuk
belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
b)
Siswa akan mempelajari hal-yang bermakna baginya
c)
Pengorganisasian bahan pengajaran berarti
mengorganisasikan bahan dan ide baru, sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
d)
Belajar bermakna dalam masyarakat modern berarti
belajar tentang proses-proses
e)
Belajar yang optimal akan terjadi, bila siswa
berprestasi secara bertanggung jawab belajar, keterbukaan belajar mengalami
sesuatu, bekerja sama dengan melakukan perubahan diri terus-menerus dalam
proses belajar.
f)
Belajar mengalami (experiental learning) dapat terjadi,
bila siswa mengevaluasi diri sendiri. Belajar dapat memberi peluang untuk
belajar kreatif, self evaluation dan kritik diri. Hal ini berarti bahwa
evaluasi dan instruktur bersifat sekunder.
g)
Belajar mengalami menuntut keterlibatan siswa secara
penuh dan sungguh-sungguh.
Ketiga pandangan tentang belajar tersebut merupakan bagian kecil dari
pandangan yang ada untuk kepentingan pembelajaran, para guru dan calon guru
masih perlu memilih teori yang relevan bagi bidang studi asuhannya. Guru juga
perlu memodifikasi secara praktis sesuai dengan karakter siswa tersebut.
b.
Prinsip-Prinsip Belajar
Perubahan akibat dari belajar adalah menyeluruh pada diri siswa. Untuk
mencapai perubahan atau peningkatan pada diri siswa, maka dalam proses
pembelajaran harus diterapkan prinsip-prinsip pembelajaran yang tepat. Menurut
Dimyati dan Mudjiono (1999: 42) bahwa, “Prinsip-prinsip pembelajaran meliputi
perhatian dan motivasi, keaktifan siswa, keterlibatan langsung, pengulangan,
tantangan, balikan dan penguatan serta perbedaan individual”. Untuk lebih
jelasnya prinsip-prinsip pembelajaran tersebut diuraikan secara singkat sebagai
berikut:
1)
Perhatian dan motivasi
Perhatian
mempunyai peran penting dalam proses belajar, Gagne dan Berliner yang dikutip
Dimyati Mudjiono (1999: 42) mengatakan, “tanpa adanya perhatian tak mungkin
terjadi belajar”. Disamping perhatian, motivasi mempunyai peran penting dalam
kegiatan belajar. Motivasi merupakan tujuan dan alat dalam pembelajaran.
2)
Keaktifan
Proses
kegiatan belajar mengajar akan berjalan dengan baik jika siswa mempunyai
keaktifan yang tinggi. Sehingga kegiatan belajar mengajar akan berjalan lancar
dan tujuan pembelajaran akan tercapai.
3)
Keterlibatan langsung
Menurut
John Dewey yang dikutip Dimyati Mudjiono (1999: 43) dengan “learning by Doing”.
Belajar harus dialami melalui keterlibatan langsung. Belajar harus dilakukan
siswa secara aktif, baik individual kelompok dengan cara memecahkan masalah.
Keterlibatan siswa dalam belajar jangan diartikan keterlibatan fisik semata,
namun keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kognitif dalam
pencapaian dan perolehan pengetahuan.
4)
Pengulangan
Teori
Psikologi daya yang mengemukakan melatih daya-daya pada manusia yang terdiri
atas daya mengamat, menganggap, mengingat mengkhayal, berfikir, dengan mengadakan
pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang. Hal ini juga diperkuat
dengan teori psikologi assosiasi atau koneksionisme dengan tokoh Thorndike yang
didasarkan pada hukum belajarnya”Low of Exercise”, ia mengemukakan bahwa
belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respons, dan pengulangan
terhadap pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respons benar (Dimyati
dan Mudjiono, 1999: 46)
5)
Tantangan
Teori
medan (field teory) dari kurt lewin mengemukakan bahwa siswa dalam situasi
belajar berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis. Dalam situasi
belajar siswa menghadapi tujuan yang ingin dicapai, tapi selalu terdapat
hambatan yaitu mempelajari bahan ajar, maka timbullah motif itu untuk mengatasi
hambatan itu yaitu mempelajari bahan ajar tersebut.apabila hambatan tersebut
telah diatasi, artinya tujuan belajar tercapai, maka ia masuk dalam medan baru
dan tujuan baru, demikian seterusnya.
6)
Balikan dan penguatan
Teori
belajar Operant dari BF Skinner. Yang diperkuat dalam teori ini adalah
responnya. Sebagai kuncinya adalah teori belajar Low of Effect dari thorndike
yaitu siswa yang akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan
mendapatkan hasil yang baik.
7)
Perbedaan individual
Siswa
merupakan individual yang unik, artinya tidak ada dua siswa yang sama persis,
tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang lain. Perbedaan itu terdapat
pada karakteristik psikis, kepribadian, dan sifat-sifatnya.perbedaan itu
berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Oleh karena itu perbedaan
individu perlu diperhatikan oleh guru. sistem pendidikan klasikal yang
dilakukan sekolah kurang memperhatikan masalah perbedaan individu, umumnya
pelaksanaan pembelajaran dikelas dengan melihat siswa individu dengan kemampuan
rata-rata.
2.
Pembelajaran
a. Konsep
Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan
yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan
pengetahuan penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan
kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain pembelajaran adalah proses
untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses
pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku
dimanapun dan kapanpun.
Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan belajar, walaupun
mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya
peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran sehingga mencapai
sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kongnitif), juga dapat mempengaruhi
perubahan sikap(aspek afektif), serta ketrampilan (aspek psikomotor) seseorang
pserta didik.
Peran guru bukan semata memberikan informasi melainkan juga mengarahkan
dan memberi fasilitas belajar (directing and facilitating the learning) agar
proses belajar lebih memadai dan mudah diterima oleh siswa. Pembelajaran mengandung
arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu
kemampuan atau nilai yang baru. Proses pembelajaran merupakan seperangkat
prinsip-prinsip yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk menyusun berbagai
kondisi yang dibutuhkan mencapai tujuan pendidikan. Moh. Uzer usman (2001: 62)
mengemukakan bahwa :
“Proses
pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru
dan siswa atas dasar hubungan timbal balik, berlangsung untuk mencapai tujuan
tertentu”.
.
b.
Hakekat Pembelajaran
Untuk menjalankan proses pendidikan, kegiatan belajar dan pembelajaran
merupakan suatu usaha yang amat strategis untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Pergaulan yang sifatnya mendidik itu terjadi melalui interaksi
aktif antara siswa sebagai peserta didik dan guru sebagai pendidik. Kegiatan
belajar dilakukan oleh siswa, dan melalui kegiatan itu akan ada perubahan
perilakunya, sementara kegiatan pembelajaran dilakukan oleh guru untuk
memfasilitasi proses belajar, kedua peranan itu tidak akan terlepas dari
situasi saling mempengaruhi dalam pola hubungan antara dua subyek, meskipun
disini guru lebih berperan sebagai pengelola.
Istilah pembelajaran sama dengan instruction atau pengajaran. Menurut
Purwadarminta 1976 yang dikutip H.J.Gino Suwarni, Suripto, Maryanto dan Sutijan
(1998:30) bahwa, “pengajaran mempunyai arti cara (perbuatan) mengajar atau
mengajarkan”. Hal ini juga dikemukakan Wina Sanjaya (2006: 74) bahwa, “mengajar
diartikan sebagai proses penyampaian informasi dari guru kepada siswa”.
Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan
lingkunganya, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik.
Interaksi adalah saling mempengaruhi yang bermula adanya saling hubungan antar
komponen yang satu dengan yang lainnya. Interaksi dalam pembelajaran adalah
kegiatan timbal balik dan saling mempengaruhi antara guru dengan peserta didik.
Pembelajaran merupakan upaya sistematis dan sistemik untuk memfasilitasi
dan meningkatkan proses belajar, maka kegiatan pembelajaran berkaitan erat
jenis hakikat dan jenis belajar serta hasil belajar tersebut. Kegiatan belajar
merupakan masalah yang sangat kompleks dan melibatkan keseluruhan aspek
psiko-fisik, bukan saja aspek kejiwaan, tetapi juga aspek neuro-fisiologis.
Pada tahap baru mengenal substansi yang dipelajari, baik yang menyangkut
pembelajaran kognitif, afektif, maupun psikomotor bagi siswa materi
pembelajaran itu menjadi sesuatu yang pada mulanya. Namun setelah guru berusaha
untuk memusatkanya dan menangkap perhatian siswa pada peristiwa pembelajaran
maka sesuatu yang asing itu menjadi berangsur-angsur berkurang. Oleh krena itu,
guru harus mengupayakan semaksimal mungkin penataan lingkungan belajar dan
perencaan materi agar terjadi proses pembelajaran didalam maupun diluar kelas.
Dengan demikian proses belajar bisa terjadi di kelas, lingkungan sekolah,
dan dalam kehidupan masyarakat, termasuk dalam bentuk interaksi social kultural
melalui media massa. Dalam konteks pendidikan non formal justru sebaliknya
proses pembelajaran sebagian besar terjadi dalam lingkungan masyarakat,
termasuk dunia kerja, media massa dan lain sebagainya. Hanya Sebagian kecil
saja pembelajaran terjadi dikelas dan lingkungan.
Kegiatan mengajar selalu terkait langsung dengan tujuan yang jelas. Ini
berarti, proses mengajar itu tidak begitu bermakna jika tujuannya tidak jelas.
Jika tujuan tidak jelas maka isi pengajaran berikut metode mengajar juga tidak
mengandung apa-apa. Oleh karena itu, seorang guru harus menyadari benar-benar
keterkaitan antara tujuan, pengalaman belajar, metode, dan bahkan cara mengukur
perubahan atau kemajuan yang dicapai. Untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dalam proses belajar mengajar, maka seorang guru harus mampu
menerapkan cara mengajar cocok untuk mencapai tujuan yang dimaksud.
Mengajar merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang yang memiliki
pengetahuan dan ketrampilan yang lebih dari pada yang diajar, untuk memberikan
suatu pengertian, kecakapan, ketangkasan, kegitan mengajar meliputi pengetahuan, menularkan sikap kecakapan atau
ketrampilan yang diatur sesuai dengan lingkungan dan menghubungkannya dengan
subyek yang sedang belajar. Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, ini
sesuai dengan yang dikemukakan Nana
Sudjana (2005:19) yaitu:
Untuk keperluan analisis
tugas guru sebagai pengajar, maka kemampuan guru atau kompetensi guru yang
banyak hubungannya dengan usaha meningkatkan proses dan hasil belajar dapat
diguguskan kedalam empat kemampuan yakni:
1)
Merencanakan program belajar mengajar.
2)
Melaksnakan dan memimpin/mengelola proses belajar
mengajar.
3)
Menilai kemajuan proses belajar mengajar.
4)
Menguasai bahan pelajaran dalam pengertian menguasai
bidang studi atau mata pelajaran yang dipegangnya.
Dalam kegiatan pembelajaran guru bertugas merencanakan program pembelajaran,
melaksanakan pembelajaran, menilai kemajuan pembelajaran dan menguasai materi
atau bahan yang diajarkannya. Jika seorang guru memiliki kemampuan yang baik
sesuai dengan bidang studi yang diajarkan, maka akan diperoleh hasil belajar
yang optimal. Hasil belajar dapat dicapai dengan baik, jika seorang guru mampu
melaksanakan tugas diantaranya mengelola proses pengajaran berupa aktivitas
merencanakan dan mengorganisasikan semua aspek kegiatan. Husdarta dan Yudah
M.Saputra (2000: 4) bahwa:
Tugas utama guru
adalah untuk menciptakan iklim atau atmosfir supaya proses belajar terjadi
dikelas dilapangan,ciri utamanya terjadinya proses belajar adalah siswa dapat
secara aktif ikut terlibat didalam proses pembelajaran. Para guru harus selalu
berupaya agar para siswa dimotivasi untuk lebih berperan.walau demikian guru
tetap berfungsi sebagai pengelola proses belajar dan pembelajaran.
Untuk itu seorang guru harus memiliki beberapa kemampuan dalam
menyampaikan tugas ajar,agar tujuan pengajran dapat tercapai. Hal yang
terpenting dan harus diperhatikan dalam mengajar yaitu, guru harus mampu
menerapkan metode mengajar yang tepat dan mampu membelajarkan siswa manjadi
aktif melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru.
c.
Prinsip-Prinsip Pembelajaran
Belajar suatu ketrampilan adalah sangat kompleks. Belajar membawa suatu
perubahan pada individu yang belajar. Menurut Nasution yang dikutip H.J.Gino
dkk (1998: 51) bahwa, “perubahan akibat belajar tidak hanya mengenai jumlah
pengetauhan, melainkan juga dalam kecakupan, kebiasaan, sikap, pengertian,
penyesuaian diri, minat, penghargaan, pendeknya mengenai segala aspek organisme
atau pribadi seseorang”.
Perubahan akibat dari belajar adalah menyeluruh pada diri siswa untuk
mencapai perubahan atau peningkatan pada diri siswa, maka dalam proses
pembelajaran harus diterapkan prinsip-prinsip pembelajaran yang tepat. Menurut
Wina Sanjaya (2006: 30) bahwa sejumlah prinsip yang harus diperhatikan dalam
pengelolaan kegiatan pembelajaran diantaranya:
1)
Berpusat pada siswa
2)
Belajar dengan melakukan
3)
Mengembangkan kemampuan sosial
4)
Mengembangkan keingintauhan,imajinasi dan fitrah
5)
Mengembangkan ketrampilan pemecahan masalah
6)
Mengembangkan kreatifitas siswa
7)
Mengembangkan kemampuan ilmu danteknologi
8)
Menumbuhkan kesadaran sebagai warga negara yang baik
9)
Belajar sepanjang hayat
Prinsip-prinsip pembelajaran tersebut sangat penting untuk diperhatikan
oleh seorang guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Pembelajaran yang
didasarkan pada prinsip-prinsip belajar yang benar, maka akan diperoleh hasil
belajar yang optimal.
d. Hasil Belajar
Menurut Gagne serta Jenkins yang dikutip
Hamzah Uno (2007:17) mengartikan bahwa, “hasil belajar merupakan
pengalaman-pengalaman belajar yang diperoleh siswa dalam bentuk
kemampuan-kemampuan tertentu”. Sardiman A.M (2010 : 49) menerangkan bahwa, “proses
belajar akan menghasilkan hasil belajar”. Hasil belajar yang baik dipengaruhi
oleh komponen-komponen yang mendukung proses belajar dan aktivitas siwa sebagai
subjek belajar. Adapun hasil pengajaran dikatakan betul-betul baik apabila
memiliki cirri-ciri sebagai berikut : a) Hasil itu tahan lama dan dapat
digunakan dalam kehidupan sehari-hari oleh siswa, b) Hasil itu merupakan
pengetahuan asli atau otentik (Sardiman A.M, 2010 : 50). Berdasar pendapat para
ahli tersebut dapat diartikan bahwa hasil belajar adalah hasil yang diperoleh
siswa setelah mengalami proses belajar, berupa penguasaan kemampuan atau
keterampilan tertentu.
3.
Pendidikan Jasmani
a.
Pengertian Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan merupakan media untuk mendorong
perkembangan motorik, kemampuan fisik, pengetauhan dan penalaran penghayatan
nilai-nilai (sikap, mental, emosional, spritual, dan sosial), serta pembiasaan
hidup sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan yang
seimbang. Menurut Toho Cholik M dan Rusli Lutan (2001:2) bahwa, “pendidikan
jasmani dapat didefinisikan sebagai suatu proses pendidikan yang ditujukan
untuk mencapai tujuan pendidikan melalui gerakan fisik”.
Menurut Samsudin (2008: 2), “pendidikan jasmani adalah suatu proses
pembelajaran melalui aktifitas jasmani yang didesain untuk meningkatkan
kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku
hidup sehat dan aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi”. Pendidikan jasmani
olahraga dan kesehatan memberikan kesempatan pada siswa untuk terlibat langsung
dalam bermacam pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani, bermain, dan
berolahraga yang dilakukan secara sistematis, terarah dan terencana. Pengalaman
belajar itu diarahkan untuk membina, sekaligus membentuk gaya hidup sehat dan
aktif sepanjang hayat. Dalam proses pendidikan jasmani guru harus dapat
mengajarkan berbagai ketrampilan gerak dasar, teknik dan strategi permainan dan
olahraga, internalisasi dan prasarana dan sarana.
b. Hakekat
Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani pada hakekatnya adalah proses pendidikan yang
memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam
kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani
memberlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, makhluk total dari pada hanya
mengaggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya.
1)
Landasan ilmiah pelaksanaan pendidikan jasmani
Secara ilmiah pelaksanaan pendidikan jasmani mendapat
dukungan dari berbagai dukungan ilmu, dimana dari pandangan-pandangan dari
setiap disiplin tersebut dapat dijadikan sebagai landasan bagi berlangsungnya
program penjas disekolah-sekolah. Dibagian ini penulis akan menguraikan
landasan ilmiah yaitu dari sudut pandang biologis. Sudut pandang psikologis,
dan yang terakhir sudut pandang sosiologis.
2)
Landasan psikologis pendidikan jasmani
Pendidikan jasmani melibatkan interaksi antara guru
dengan anak, serta anak dengan anak. Didalam adegan pembelajaran yang
melibatkan interaksi tersebut, terletak suatu keharusan untuk saling mengakui
dan menghargai keunikan masing-masing, termasuk kelebihan dan kelemahannya. Dan
ini bukan hanya kelainan pada fisik, tetapi juga dalam kaitanya dengan
perbedaan psikologis seperti kepribadian, karakter, pola fikir, serta tak kalah
pentingnya dalam hal pengetahuan dan kepercayaan.
Program pendidikan jasmani yang baik tentu harus
dilandasi oleh pemahaman guru terhadap karakteristik psikologis anak, dan yang
paling penting dalam hal sumbangan apa yang dapat diberikan oleh program
pendidikan jasmani terhadap perkembangan mental dan psikologis anak.
3)
Landasan biologis pendidikan jasmani
Pendidikan jasmani adalah disiplin yang berorientasi
tubuh, disamping berorientasi pada disiplin mental dan sosial. Guru pendidikan
jasmani karenanya harus memiliki penguasaan yang kokoh terhadap fungsi fiskal
dari tubuh untuk memahami secara lebih baik pemanfaatanya dalam kegiatan
pendidikan jasmani. Secara biologis, manusia dirancang untuk menjadi makhluk
yang aktif. Meskipun perubahan zaman dan peradaban telah menyebabkan penurunan
dalam jumlah aktivitas yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas dasar
yang berkaitan dengan kehidupan, sebenarnya tubuh manusia tidak berubah.
Karenanya manusia harus tetap menyadari bahwa dalam hal kesehatan tubuhnya,
dasar biologisnya menuntut dan mengakui pentingnya aktifitas fisik yang keras
dalam hidupnya. Dalam hal inilah pendidikan jasmani yang baik disekolah dan
dimasa-masa berikut dalam hidupnya dipandang amat penting dalam menjaga
kemampuan biologis manusia.
4)
Landasan sosiologis dalam pendidikan jasmani
Pendidikan jasmani adalah sebuah wahana yang sangat
baik untuk proses sosialisasi. Perkembangan sosial jelas penting, dan aktivitas
pendidikan jasmani mempunyai potensi untuk menuntaskan tujuan-tujuan tersebut.
Seperangkat kualitas dari perkembangan sosial yang dapat dikembangkan dan
dipengaruhi dalam proses penjas diantaranya adalah kepemimpinan, karakter
moral, dan daya juang.
Sosiologi berkepentingan dengan upaya mempelajari
manusia dan aktivitasnya dalam kaitanya dengan atau interaksi antar satu
manusia dengan manusia lainya. Seorang guru penjas sesunguhnya seorag
sosiologis yang perlu mengetauhi prinsip-prinsip sosiologi agar mampu
memanfaatkan proses pembelajarannya untuk menanamkan nilai-nilai yang dapat
dikembangkan melalui penjas.
c. Ruang
Lingkup Pendidikan Jasmani
Sebagai mata pelajaran yang menitikberatkan perhatian pada ranah jasmani
dan psikomotor, tetapi tidak mengabaikan ranah kognitif dan afektif, pelajaran
pendidikan jasmani mencakup materi (1) kesadaran akan tubuh dan gerakan,
ketrampilan motorik dasar, (2) kebugaran jasmani, aktifitas jasmani, seperti
permainan, gerakan ritmik dan tari, aquatic (bila memungkinkan, dan senam (3)
aktifitas pengkondisian tubuh, modifikasi permainan dan olahraga, (4) olahraga
perorangan, berpasangan, dan tim, (5) ketrampilan hidup mandiri di alam
terbuka,(6) dan gaya hidup aktif dan sportif.
Pendidikan jasmani untuk SMA meliputi (1) ketrampilan dan pengetahuan
untuk menyusun program latihan, memelihara dan meningkatkan kebugaran jasmani,
(2) ketrampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk berpartisipasi dalam
kegiatan olahraga dan aktivitas jasmani, (3) sikap sportif dan perilaku gaya
hidup aktif. (Depdiknas, 2003 : 2)
d. Fokus
Program Pembelajaran Pendidikan Jasmani di SMA
Program pendidikan jasmani menekankan tentang pentingnya latihan sebagai
akibat meningkatkan kesehatan dan kebugaran jasmani siswa. Siswa ingin belajar
berbagai tingkat ketrampilan dan berbagai cabang olahraga. Siswa juga ingin
berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas yang bermanfaat baginya dalam
memanfaatkan waktu luang. Pada tingkat usia ini anak ingin bermain secara
harmonis dengan orang lain sebagai tempat
di mana siswa dapat belajar menghargai siswa lain. Program pendidikan
jasmani harus memberikan suatu perubahan langkah dalam kegiatan akademik
(Bucher, 1979)
Menurut Bucher (1979 :350) yang dikutip oleh Samsudin (2008: 8) program
pendidikan jasmani pada sekolah lanjutan meliputi hal-hal berikut:
1.)
Mencintai olahraga tim dan regu
2.)
Kegembiraan dan minat dalam kepalatihan olahraga
3.)
Pengelompokan ke dalam bagian-bagian tentang pokok
bahasan (subject matter)
4.)
Kelompok siswa yang berminat untuk bekerja dan
beraktivitas
5.)
Kepuasaan yang diperoleh dalam melihat siswa
mentransfer keterampilan dari kelas pendidikan jasmani kegiatan di dalam
sekolah (intramural)
6.)
Tantangan yang membimbing siswa untuk melewati periode
yang canggung, transisional dari ketidaktenangan dan ketidaktentuan pada masa
sekolah lanjutan pertama
7.)
Inspirasi yang diperoleh dari bekerja dengan staf dan
kolega professional yang lain
8.)
Mencintai makin banyak permainan dan aktivitas dengan
organisasi tinggi
e. Karakteristik
Pembelajaran Penjas bagi Siswa Sekolah Menengah Atas
1) Pendidikan jasmani merupakan
salah satu mata pelajaran yang ada di SMA, yang mempelajari dan mengkaji gerak
manusia secara indisipliner. Gerak manusia aktivitas jasmani yang dilakukan
secara sadar untuk meningkatkan kebugaran jasmani dan keterampilan motorik,
mengembangkan sikap dan perilaku agar terbentuk gaya hidup yang aktif.
Aktivitas jasmani yang dilakukan berupa aktivitas bermain, permainan, dan
olahraga.
2) Pendidikan jasmani menggunakan
pendekatan interdisipliner, karena melibatkan berbagai ilmu seperti anatomi,
fisiologi, psikologi. Pendukung utama pendidikan jasmani adalah ilmu
keolahragaan yang mencakup filsafat olahraga, sejarah olahraga, sosiologi
olahraga, fisiologi olahraga dan biomekanika olahraga.
3) Materi pendidikan jasmani
merupakan kajian terhadap gerak manusia yang dikemas dalam muatan yang
esensial, faktual dan aktual. Materi ini disampaikan dalam rangka memberikan kesempatan bagi siswa untuk tumbuh
kembangkan secara proporsional, rasional, psikomotorik, kognitif, dan afektif.
Agar pencapaian tujuan tersebut, proses pembelajaran yang dilaksanakan harus
menyenangkan, meng-gembirakan dan mencerdaskan siswa. (Samsudin, 2008: 107)
4.
Alat Bantu Pembelajaran
a. Pengertian
Alat Bantu Pembelajaran
Alat bantu merupakan alat-alat yang digunakan oleh pendidik dalam
menyampaikan materi pembelajaran.alat bantu ini lebih sering disebut alat
peraga karena berfungsi untuk membantu dan mempraktekan sesuatu dalam proses
pendidikan pengajaran. Menurut Samsudin (2008: 57) menyatakan bahwa, “untuk
melaksanakan proses aktivitas jasmani tersebut sudah barang tentu menuntut
adanya kelengkapan media dan alat bantu pembelajaran. Karena tanpa adanya
dukungan media dan alat bantu tersebut, maka proses pembelajaran pendidikan
jasmani akan sia-sia belaka”.
Jelas pula pengertian atau pengetahuan yang diperoleh. Dengan perkataan
lain, alat peraga ini dimaksudkan untuk mengerahkan indera sebanyak mungkin
suatu objek sehingga mempermudah persepsi.
Manfaat alat
bantu pembelajaran
Menurut Soekidjo (2003) secara terperinci manfaat alat peraga antara lain
sebagai berikut:
1)
Menimbulkan minat sasaran pendidikan
2)
Mencapai sasaran yang lebih banyak
3)
Membatu mengatasi hambatan bahasa
4)
Merangsang sasaran pendidikan untuk melaksanakan
pesan-pesan kesehatan
5)
Membantu sasaran pendidikan untuk belajar lebih banyak
dan cepat.
6)
Merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan
pesan-pesan yang diterima kepada orang lain
7)
Mempermudah peyampaian bahan pendidikan/informasi oleh
para pendidik pelaku pendidikan.
8)
Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan
Seperti diuraikan diatas bahwa pengetahuan yang ada pada seseorang
diterima melalui indera.
b. Syarat
Alat Bantu Pembelajaran Yang Baik
Menurut Soekidjo (2003) suatu alat pembelajaran dikatakan baik, apabila
mempunyai tujuan pendidikan untuk mengubah pengetahuan,/pengertian, pendapat
dan konsep-konsep, mengubah sikap dan persepsi, menanamkan tingkah
laku/kebiasaan yang baru. Selain itu alat bantu harus efisien dalam
penggunaanya, dalam waktu yang singkat dapat mencakup isi yang luas dan tempat
yang diperlukan tidak terlalu luas. Penempatan alat bantu perlu diperhatikan
ketepatannya agar dapat diamati dengan baik oleh siswa.
Efektif artinya memberikan hasil guna yang tinggi ditinjau dari segi
pesannya dan kepentingan siswa yang sedang belajar sedangkan yang dimaksud
dengan komunikatif ialah bahwa media tersebut mudah untuk dimengerti
maksudnya,sehingga membuat siswa mejadi lebih mudah dalam menerima pembelajaran
yang diberikan oleh guru.
c.
Pembelajaran Servis Atas Bolavoli dengan Alat Bantu Pembelajaran
Pelaksanaan pendidikan jasmani di sekolah berkepentingan dengan upaya
mengoptimalkan pencapaian tujuan pendidikan secara umum. Salah satunya dengan
mendesain permainan bolavoli sebagai alat atau media untuk mencapai tujuan
pendidikan secara umum. Bentuk permainan yang dikembangkan merupakan permainan
bolavoli standar maupun permainan bolavoli dengan kreasi – kreasi baru. “Bentuk
permainan tersebut sudah barang tentu tidak akan seutuh permainan bolavoli
sesungguhnya, akan tetapi dalam bentuk modifikasi. Hal-hal yang dapat
dimodifikasi adalah sarana dan perlengkapan permainan, seperti: luas lapangan,
ketinggian jaring, bola yang digunakan dan lain-lain” (Amung Ma’mum dan Toto
Subroto, 2001: 75).
Berdasarkan ukuran bolavoli menunjukkan bahwa, bolavoli ukuran standart
lebih berat. Bagi siswa, belajar servis atas
menggunakan bolavoli ukuran
strandart mengalami kesulitan.
Kesulitan yang dialami siswa dalam pembelajaran servis atas menggunakan
bolavoli ukuran standart misalnya bola dirasakan terlalu
berat, kekuatan siswa belum memadai, teknik servis atas yang masih
rendah. Berdasarkan permasalahan tersebut maka perlu diciptakan
cara belajar yang
sesuai dengan kondisi
siswa di antaranya menggunakan bolavoli plastik yang
lebih ringan.
Menurut Agus Kristiyanto (2010 : 7) bahwa, “bolavoli dengan net dari jala
ikan kemudian bola dari plastik yang dilakukan oleh para nelayan kita,tentu
saja tidak boleh dimaknai sebagai permainan konyol, justru hal itu menjadi
sesuatu yang sangat positif dari bentuk apresiasi terhadap permainan bolavoli”.
Pembelajaran menggunakan alat bantu bola plastik merupakan bentuk belajar
servis atas bolavoli dimana pelaksanaannya memakai bola plastik sebagai
pengganti bola standar. Disamping itu menggunakan alat bantu tali raffia
sebagai pengganti net dan bilah sebagai pembatas jarak servis. Pembelajaran
dengan bola plastik, tali raffia, dan bilah ini bertujuan untuk mendekatkan
kearah latihan sesungguhnya serta sebagai media mempelajari konsep gerak servis
atas bolavoli dengan benar. Dengan menggunakan bola plastik, tali raffia, dan
bilah pembelajaran servis atas bolavoli akan lebih menarik dan mengasikkan.
Pembelajaran servis atas bolavoli dangan alat bantu didesain semenarik mungkin
agar siswa antusias dalam mengikuti pembelajaran.
5.
Servis Bolavoli
a. Fungsi
Servis dalam Permainan Bolavoli
Teknik dasar servis dalam permainan bolavoli terus berkembang. Pada
awalnya servis merupakan penyajian bola pertama sebagai tanda dimulainya
permainan. Seiring dengan perkembangan permainan bolavoli dan penerapan taktik
dan strategi permainan bolavoli, pukulan servis memiliki fungsi ganda yaitu
sebagai tanda dimulainya permainan dan sebagai serangan pertama bagi regu yang
melakukan servis. Menurut Amung Ma’mum dan Toto Subroto (2001:
61) bahwa, “Servis adalah awal terjadinya suatu permainan bolavoli. Akan
tetapi dalam perkembangannya servis menjadi salah satu serangan pertama yang
sangat penting”.
Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa, servis dalam permainan
bolavoli memiliki fungsi utama yaitu sebagai serangan pertama untuk mendapatkan
point. Dengan sistem penilaian rellypoint, maka servis mempunyai pengaruh besar
terhadap jalannya seluruh permainan. Hal ini artinya, angka
atau point dapat dihasilkan
melalui servis yang baik dan
bahkan dapat menentukan menang atau kalahnya suatu tim. Tetapi kegagalan servis
juga menguntungkan pihak lawan,
yaitu bola berpindah dan lawan
mendapatkan angka. Oleh karena itu, dalam melakukan servis hendaknya lebih
berhati-hati agar bola dapat masuk ke daerah permainan lawan dan lawan sulit untuk menerimanya.
Barbarra L. Viera dan Bonnie Jill Ferguson (1996: 27) menyatakan, “Dalam suatu
pertandingan sangat penting bagi anda untuk
melakukan servis dengan konsisten yaitu paling tidak 90% dari servis
anda dapat melewati net ke
daerah lawan”. Oleh
karena itu, dalam
melakukan servis harus dibuat sesulit mungkin
agar lawan sulit mengembalikan
atau bahkan langsung mati. Menurut
Soedarwo dkk. (2000: 38) cara
mempersulit bola servis
pada dasarnya berkaitan dengan, “(1) kecepatan, kurve dan belak-belok
jalannya bola dan, (2) penempatan bola
diarahkan pada titik-titik kelemahan lawan”.
Kunci keberhasilan pukulan servis yaitu bola dapat menyeberang melewati
net, laju bola sulit diantisipasi lawan dan diarahkan pada titik kelamahan
lawan. Kemampuan seorang pemain melakukan pukulan servis yang sulit atau
mengarahkan pada titik kelemahan lawan, maka akan menyulitkan lawan untuk
menerimanya atau bahkan lawan langsung mati.
b. Servis Atas
Berdasarkan cara pelaksanaannya, servis bolavoli dibedakan menjadi tiga
macam. Amung Ma’mum dan Toto Subroto (2001 : 61) menyatakan “bentuk servis
dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu : (1) servis dari bawah, (2) servis dari
samping, dan (3) servis dari atas.
Dari ketiga jenis servis tersebut, servis atas merupakan jenis servis
yang mempunyai efektifitas yang lebih baik untuk melakukan serangan
dibandingkan dengan servis tangan bewah atau servis tangan samping. Kelemahan
servis tangan bawah adalah mudah diterima dan lintasannya melambung tinggi
sehingga mudah diantisipasi lawan. Sedangkan kelebihan servis tangan atas
yaitu, tenaga ayun lebih besar dan kecepatan gerakan lengan pemukul juga lebih
besar. Selain itu juga, servis atas secara luas digunakan dalam pertandingan
dan dapat memberikan hasil yang efektif, karena lintasan bola lebih pendek maka
bola sulit untuk diprediksi lawan. Seperti dikemukakan Amung Ma’mum dan Toto
Subroto (2001 : 64) bahwa “tujuan utama melakukan servis dari atas adalah mempercepat
laju bola dan membuat jalannya bola menukik dari atas ke bawah.
c. Teknik
Servis Atas Bolavoli
Teknik merupakan pelaksanaan
suatu kegiatan secara efektif dan rasional yang memungkinkan suatu hasil yang
optimal. Teknik merupakan unsur yang sangat penting yang harus dikuasai oleh
seorang individu agar dapat melakukan gerakan-gerakan dalam olahraga dengan
benar.
Penguasaan teknik yang baik
akan memberikan perasaan lebih mantap dan rasa percaya diri dalam penampilan
pada suatu permainan. Tidak terkecuali pada pemain bolavoli, semua harus dapat
melaksanakan teknik dasar dalam permainan bolavoli dengan baik. Seorang pemain
yang baik tidak lepas dari penguasaan teknik servis yang baik dan benar.
Menurut Soedarwo dkk (2000:20-21) teknik sevis atas meliputi ”(1) sikap
permulaan, (2) sikap saat
perkenaan, (3) sikap akhir”. Berikut ini gambaran teknik pelaksanaan servis atas sebagai berikut :
(1)
Sikap permulaan :
Ambil sikap
berdiri dengan kaki kiri berada lebih ke depan daripada kaki kanan dan kedua
lutut. Tangan kiri dan tangan kanan bersama-sama memegang bola. Tangan kiri
menyangga bola sedang tangan kanan memegang bagian atas bola. Bola dilambungkan
dengan tangan kiri ke atas sampai ketinggian kurang lebih setengah meter di
atas kepala. Tangan kanan segera ditarik ke belakang atas kepala, dengan
telapak kanan menghadap ke depan.
Gambar 1. Sikap
permulaan Servis Atas
( Barbara L.V. & Bonnie J.F. 1996:31 )
(2)
Sikap saat perkenaan :
Setelah
tangan kanan berada di atas belakang kepala dan bola berada sejangkauan tangan
maka segera bola dipukul dengan cara memukul seperti pada smash. Sewaktu akan
melakukan servis perhatian harus selalu terpusat pada bola. Lecutan tangan dan
lengan sangat diperlukan dalam servis atas, bila perlu dibantu gerakan togok ke
arah depan sehingga bola akan memutar lebih banyak. Pada waktu lengan
dilecutkan siku jangan sampai ikut tertarik ke bawah.
Gambar 2. Sikap
Pelaksanaan Servis Atas.
( Barbara L.V.
& Bonnie J.F. 1996:31 )
(3)
Sikap akhir
Setelah memukul
bola maka diikuti langkah kaki kanan ke depan dan terus masuk ke lapangan
permainan serta mengambil sikap siap normal.
Gambar 3. Sikap Akhir
Servis Atas
( Barbara L.V. & Bonnie J.F. 1996:31 )
Berdasarkan pendapat diatas teknik
servis atas terdiri dari 3 tahapan yaitu sikap permulaan, sikap pelaksanaan dam
sikap akhir. Agar servis atas yang dilakukan dapat mencapai hasil yang sesuai
dengan yang diharapkan, maka servis atas harus dilakukan dengan tepat. Dan
ketiga tahapan tersebut harus dirangkaikan secara harmonis dan selaras untuk
mengapai hasil yang maksimal.
B.
Kerangka Berfikir
Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang mampu melibatkan
keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar yakni menggunakan kegiatan siswa
sendiri secara efektif di dalam pembelajaran. Siswa diarahkan untuk melakukan
latihan yang sesuai dengan konsep pembelajaran yang sedang dipelajari. Dalam
hal ini peran guru hanya sebagai motivator dan fasilitator. Siswa diberi
kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya dengan
melakukan latihan yang sesuai dengan materi pembelajaran.
Kurangnya kreatifitas guru yang dapat mempengaruhi rendahnya hasil
belajar siswa. Kurang kreatifnya guru Pendidikan jasmani di sekolah dalam
membuat dan mengembangkan media pembelajaran
sederhana, guru kurang akan model-model pembelajaran, sehingga dalam proses
pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah dilaksanakan dalam situasi dan
kondisi yang monoton, guru hanya menggunakan metode ceramah dan metode tugas,
karena mereka hanya mengejar bagaimana materi pelajaran tersebut dapat selesai
tepat waktunya, tanpa memikirkan bagaimana pembelajaran itu bermakna dan dapat
diaplikasikan oleh siswa dalam kesehariannya
Permasalahan umum dalam pembelajaran Penjas adalah kurangnya model / strategi
pembelajaran sehingga mempengaruhi peran aktif siswa dalam kegiatan belajar.
Selama ini metode yang digunakan guru belum sesuai dengan karakteristik
pembelajaran Penjas bagi siswa. Seperti yang telah diuraikan di atas, di mana
karakteristik pembelajaran Penjas bagi
siswa SMA melalui pendekatan interdisipliner yang melibatkan ilmu lain.
Pendekatan interdisipliner dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu
yang sesuai dengan karakteristik materi pembelajaran. Guru dapat mendesain
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa dengan alat bantu. Dalam
pembelajaran servis atas bolavoli, guru dapat menggunakan alat bantu berupa
bola plastik. Secara lebih rinci desain pembelajaran dengan alat bantu bola
plastik tersebut akan dijabarkan dalam RPP, setiap pertemuan.
Penggunaan alat bantu pembelajaran yang berupa bola plastik dapat
dijadikan sarana untuk meyampaikan dan menjelaskan teknik dasar servis atas
bolavoli. Sehingga untuk memecahkan masalah yang terurai diatas, pembelajaran
yang digunakan berorientasi pada penggunaan alat bantu berupa bola plastik dalam pembelajaran teknik dasar servis atas
bolavoli
Secara sederhana kerangka
pemikiran dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4.
Kerangka Pemikiran Penelitian
C.
Hipotesis
Melalui kerangka berfikir yang telah disusun maka dapat dirumuskan
hipotesis bahwa:
“Penerapan alat bantu pembelajaran dapat
membantu meningkatkan hasil belajar servis atas bolavoli siswa kelas XI IPS 1
SMA N 1 Kartasura tahun Ajaran 2011/2012”
No comments:
Post a Comment